BUMN Sponsori Klub dan Liga Sepakbola, Bisakah?
Klub sepakbola di Indonesia, pada hakikatnya butuh sponsor dalam jumlah besar dan dana yang sangat besar. Ini disebabkan beberapa hal, diantaranya:
- Kondisi geografis Indonesia yang didominasi lautan (75% lebih) dan terdiri lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
- Masalah infrastruktur perhubungan untuk konektivitas antar kota hingga antar pulau masih belum maksimal.
- Belum banyak moda transportasi yang memungkinkan efisiensi waktu.
- Biaya moda transportasi yang masih mahal.
- Manajemen perencanaan liga yang belum maksimal (masih sering pertandingan tunda dan aturan tidak jelas).
- Birokrasi perizinan dari kepolisian dan pemerintah daerah.
Namun klub sepakbola Indonesia sendiri susah cari sponsor, karena kemungkinannya sponsor juga harus hadapi birokrasi daerah klub yang bisa rumit atau lancar. Selain itu sponsor juga tidak mau ambil risiko investasi ke klub sepakbola Indonesia karena khawatir kerusuhan suporter yang menguras keuangan karena ada kemungkinan klub dihukum denda atau sanksi tanpa penonton dan juga manajemen klub tidak profesional. Sponsor perusahaan dari swasta sangat perhitungan dalam hal ini.
Maka alternatifnya bisa jadi BUMN yang akan sponsori klub sepakbola Indonesia. Hal itu juga dilakukan Gazprom (BUMN migas Rusia) yang sponsori Chelsea, Schalke 04 (Jerman) bahkan mendanai sebagian keuangan kompetisi Liga Champions UEFA melalui taipan Roman Abramovich. Di Spanyol, klub Athletic Bilbao disokong Kutxabank (BUMN perbankan Spanyol dari Basque, wilayah klub Bilbao). Pertanyaannya, bisa tidak diterapkan di Indonesia?
Jawabannya, mungkin bisa. Saat ini BUMN farmasi Kimia Farma mensponsori klub Madura United yang dimiliki Achsanul Qosasi (anggota BPK) guna mendanai pembiayaan medis tim. Dulu, di tahun 1999 - 2004, BUMN Bank Mandiri mensponsori liga Indonesia untuk menggelar kompetisi sepakbola pasca reformasi dan era akhir Galatama. Klub Bhayangkara FC juga menggunakan Bank BNI dan BRI sebagai sponsor klubnya. Bahkan BUMN Petrokimia Gresik dan PKT Bontang Kaltim dulu pernah ada klub sepakbola sendiri sebelum akhirnya tidak ikut kompetisi liga Indonesia lagi karena minim pemain dan krisis keuangan.
Tetapi itu tidak mudah. Pasalnya Presiden Jokowi memerintahkan menteri BUMN baru, Erick Thohir yang sudah pengalaman bisnis sepakbola, untuk tidak menggunakan uang BUMN sebagai penyandang dana klub sepakbola. Ini menjadi threat tersendiri mengingat pemerintah melarang klub memakai APBD untuk mendanai klub sepakbola. Kalau mau ambil perusahaan swasta sebagai sponsor, tuntutan pihak swasta sangat tinggi seperti profesionalitas manajemen klub. Sementara klub sepakbola Indonesia masih banyak tidak profesional. Yang saya amati, Bali United, Persib Bandung, Madura United, Borneo FC dan Persebaya Surabaya adalah klub sepakbola Indonesia yang masih cukup profesional dalam manajemen klub sepakbola. Sisanya? Masih belum.
Perintah Jokowi kepada Erick Thohir ini sebagai peringatan halus bahwa PSSI dan klub harus profesional karena sudah mulai masa industrialisasi klub sepakbola. Sepakbola Indonesia masih carut marut karena PSSI masih belum berbenah. Di sisi lain, masih adanya kritikan pihak oposisi pemerintah karena masih banyak BUMN yang rugi juga sebagai pertimbangan.
Tapi hal yang mungkin masih bisa terjadi adalah BUMN sebagai alternatif penyandang dana klub sepakbola untuk waktu kedepan. Mungkin saja bisa dalam bentuk dukungan misalnya produk consumer goods. Tidak harus dalam bentuk uang. Sisanya bisa diambil dari perusahaan swasta. Syaratnya perlu koneksi antara pimpinan manajemen klub dengan pihak sponsor. Semoga saja bisa terwujud.
Sumber:
Comments
Post a Comment