Jika Liga Indonesia Berhenti, Turnamen Bisa Dipertimbangkan
Pandemi COVID-19 membuat sepakbola penuh ketidakpastian. Di Eropa sendiri UEFA memutuskan negara di bawah konfederasinya bisa mengambil keputusan sendiri terkait nasib liga negaranya masing-masing. Jangan lupa bahwa angka kematian akibat COVID-19 Di Eropa cukup tinggi. Rerata kematiannya mencapai 20.000 orang hingga saat ini.
Di Indonesia, terakhir kasus positif COVID-19 mencapai 13.645 orang dengan angka kematian 959 orang berdasarkan update terbaru (9 Mei) Gugus Tugas Penanganan Covid-19 (https://covid19.go.id). Sementara perkembangan liga di Indonesia masih belum jelas. Terakhir PSSI menolak wacana berhentinya Liga 1 dan Liga 2 tahun ini. Komite Eksekutif PSSI baru akan memutuskan nasib liga setelah rapat hari ini (8 Mei). Menurut M. Iriawan atau Iwan Bule (Ketum PSSI), PSSI masih ikut protokol kesehatan dari pemerintah dengan status liga vakum sampai akhir Mei (29 Mei). Dan keputusan kompetisi berakhir atau tidak bergantung dari situasi saat ini. PSSI juga menolak usulan PT Liga Indonesia Baru untuk memangkas subsidi liga dengan alasan memegang protokol pemerintah melalui status darurat COVID-19.
Bicara ada kompetisi atau tidak, rasanya mustahil bisa berlanjut liga Indonesia ini. Sebab penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tidak maksimal. Padahal lebih baik kalau ada situasi pandemi COVID-19 ini harusnya PSBB atau ekstrimnya lockdown dilakukan serentak. Pengajuan PSBB pun ada syarat dan melalui persetujuan Menteri Kesehatan dulu. Akibatnya sulit untuk melanjutkan kompetisi liga. Harapan terakhirnya agar liga tetap lanjut adalah masyarakat sadar social-physical distancing dan pemerintah (baik pusat maupun daerah) bersinergi memberikan bantuan sosial selama masa PSBB agar grafik kasus COVID-19 di Indonesia perlahan bisa melandai dan menurun. Dan juga vaksin khusus COVID-19 di Indonesia bisa ditemukan (karena ada kemungkinan strain virus COVID-19 di Indonesia berbeda dengan negara lain melihat kemampuan virusnya mampu bermutasi dengan cepat).
Dengan kondisi sekarang yang rasanya ada prediksi dari Singapura bahwa COVID-19 di Indonesia berakhir Oktober (7 Oktober 2020), secara pendapat pribadi lebih realistis liga dihentikan tanpa promosi-degradasi. Pertimbangannya adalah kondisi geografis Indonesia yang sangat luas (membutuhkan transportasi udara jika harus away antar pulau) dan Pulau Jawa merupakan pulau yang paling banyak kasus COVID-19 sehingga kalau dipaksakan digelar liga meskipun tanpa penonton akan membuat penyebaran COVID-19 semakin meluas dengan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan di luar Pulau Jawa tidak sebanyak di Pulau Jawa. Ditambah aturan harus lakukan karantina 14 hari jika ada pendatang luar daerah khususnya dari zona merah (dalam hal ini Pulau Jawa banyak zona merah COVID-19) membuat biaya pengeluaran klub membengkak tajam. Untuk menjaga kebugaran fisik dan menjaga stabilitas pemain, turnamen bisa dipertimbangkan untuk digelar. Namun dengan catatan diadakan tanpa penonton, hanya dilakukan antar region di satu provinsi yang sama dan mengikuti protokol kesehatan seperti :
1. Dilakukan swab test (tes PCR) (jika positif, pertandingan ditunda 14 hari ke depan).
2. Jaga kebersihan penginapan dan higienitas makanan.
3. Dihapuskan jabat tangan dan selebrasi tim jika terjadi gol.
4. Bawa peralatan APD dan perlengkapan pertandingan masing-masing.
5. Jaga kebersihan stadion (dilarang buang ludah dan sampah di stadion serta jaga higienitas toilet dan ruang ganti pemain).
6. Diperbolehkan mengganti lebih dari 5 pemain.
7. Jumlah jurnalis peliput pertandingan dibatasi, dan
8. Wasit harus TEGAS dan ADIL dalam pengambilan keputusan.
Untuk mengambil pemasukan, bisa dilakukan dengan melakukan nonton via online dalam hal ini official klub memanfaatkan live streaming. Sehingga pemasukan yang diperoleh bisa menutupi kerugian yang ada. Sayangnya hal ini cenderung bisa dilakukan oleh klub yang basis suporternya besar, manajemen keuangannya bagus dan infrastruktur daerah klub untuk internet dan media cukup mendukung. Untuk klub yang minim kondisi infrastruktur sebaiknya memanfaatkan media lokal untuk menjaring penonton via televisi sehingga bisa memanfaatkan rating siaran yang berarti meningkatkan pemasukan klub untuk menutupi kerugian akibat COVID-19 ini.
Setidaknya, turnamen ini bisa pertimbangan untuk menghilangkan kejenuhan fisik pemain mengingat pemain juga butuh pertandingan agar feeling kompetisi sepakbola tetap terjaga.
Comments
Post a Comment