Salary Cap, Perdebatan Kebijakan vs Reaksi Dari Saga Transfer Messi??

 


Menurut pemberitaan dari detik.com, UEFA berencana mengubah kebijakan Financial Fair Play menjadi Salary Cap untuk klub. Artinya UEFA tidak mengharuskan klub harus balik modal atau maksimal kerugian 30 juta Euro dalam waktu 3 tahun operasional klub. Salary Cap sendiri berarti pembatasan gaji pemain. Menurut UEFA, kebijakan ini akan menguntungkan klub dalam menggaji pemain sehingga klub bisa menggaji pemain lebih rendah dari yang diminta pemain. Aturan lainnya, klub maksimal 70% mengalokasikan keuangannya untuk menggaji pemain. 

Konsekuensinya, jika ada yang melanggar maka klub kena PPN-BM (Pajak Pengeluaran Barang Mewah). UEFA bahkan mengajukan proposal skorsing klub di kompetisi Eropa. Kita tahu nilai transfer pemain sejak 2000-an keatas cenderung menggila. Meski dihantam pandemi, toh beberapa klub masih berani merogoh kocek ratusan juta Euro untuk membeli seorang pemain saja. Sekarang contohnya Romelu Lukaku dibeli dari Inter Milan ke Chelsea dengan nilai 115 juta Euro. Apalagi Inter sendiri sedang krisis keuangan. Fantastis bukan? Kalau begitu klub juga masa bodoh dengan keuangan. Jika klub berorientasi bisnis dalam mencetak prestasi, berarti mereka juga berani menyiapkan banyak dana untuk beli pemain berkualitas demi ambisi prestasi klubnya. 

Taruhlah Real Madrid sebagai orientasi klub mengutamakan bisnis dan prestasi. Di era Florentino Perez, orientasinya adalah prestasi klub dan pemain harus memiliki nilai jual skill maupun berwajah tampan (badan bagus juga oke). Semakin bagus kinerja pemain dan menghasilkan prestasi semisal juara kompetisi domestik maupun Liga Champions, semakin mahal nilai jual pemain dan juga potensi balik modal dari penjualan merchandise klub semakin besar. Apa semua klub bisa seperti Real Madrid dan Chelsea yang masih "bagus" kinerja keuangannya.

Tapi banyak yang menduga UEFA membuat kebijakan ini karena "belajar" dari kasus Barcelona yang utangnya mencapai Rp 17 triliun akibat kegagalan Presiden Barcelona sebelumnya, Josep Bartomeu. Belum masalah skandal buzzer terkuak pasca "dibantai" Bayern 8-2. Bahkan kontrak Lionel Messi yang "rela" dibayar 2 tahun dari kontrak di Barcelona selama 5 tahun setelah negosiasi dengan Joan Laporta, presiden Barca saat ini, tidak disetujui La Liga karena berpotensi pelanggaran berat akibat kebijakan La Liga menerapkan Salary Cap. Walhasil Barca "terpaksa ikhlas" melepas Messi ke Paris Saint-Germain dengan biaya transfer GRATIS!! Kacaunya Barca juga punya utang hampir 700 miliar rupiah ke Messi. Berat beban Barca saat ini. Mungkin ini juga alasan UEFA menerapkan kebijakan ini.

Apa yang dilakukan UEFA sejatinya ingin "meringankan" tekanan kepada klub dalam bursa transfer akibat pandemi COVID-19 yang semakin tak jelas berakhirnya. Karena UEFA dan klub tahu, menggantungkan merchandise untuk balik modal juga susah. Kalaupun bisa, haruslah klub memiliki seorang misal Cristiano Ronaldo ataupun Lionel Messi yang reputasi dan prestasinya tinggi (didukung nilai jual tinggi pula). Maka hak siar jadi satu-satunya klub menaikkan pendapatan kalau tak mau memangkas gaji pemain. Berharap pula liga dimulai dengan penonton sehingga pemasukan klub bisa bertambah (paling tidak tutup kerugian dulu).




Comments

Popular posts from this blog

Pemahaman Gizi (3): Perhatian Pemerintah, Federasi dan Klub

Pengaturan Skor (2): Supremasi Hukum dan Peran Media

Maradona dan Inspirasi