29 Mei, Penentu Nasib Liga Indonesia
Tanggal 29 Mei. Ya, tanggal itulah penentu nasib liga Indonesia. Melalui surat PSSI yang tertuang dalam SKEP/48/III/2020 diterbitkan 27 Maret 2020, keputusan untuk melanjutkan liga dijelaskan bahwa liga akan bergulir bulan Juli. Karena itulah Robert Alberts (pelatih Persib Bandung) mengharapkan dengan surat itu PSSI bisa memenuhi janjinya untuk melanjutkan kompetisi. Ia pun tak masalah jika kompetisi harus dilakukan tanpa penonton.
Dasar pernyataan Robert berlandaskan bahwa negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand cukup sukses mengendalikan wabah virus COVID-19 dimana angka kematiannya kurang dari 100 orang dan laju angka warganya yang positif virus dari Wuhan itu cenderung memasuki trend menurun. Yang itu berarti penerapan lockdown di negaranya "sukses". Robert juga berharap Indonesia bisa demikian.
Sebetulnya, pernyataan Robert bisa menjadi kenyataan dengan prasyarat Presiden Jokowi dan Pemda harus bersinergi menekan laju angka positif COVID-19 bukan saling "pencitraan" dan "tuding sana-sini". Kita lihat di pemberitaan kebijakan pusat dan daerah cenderung "tidak sinkron" dan tak punya roadmap yang jelas dalam pencegahan COVID-19 (mudah-mudahan salah). Tak heran beberapa wilayah yang terapkan PSBB cenderung "tidak sukses" karena aturannya terkesan standar ganda. Mall, bandara, stasiun, terminal dibuka normal tapi tempat ibadah, kampus, sekolah, pasar tradisional, warung PKL dan sebagian restoran ditutup (kecuali restoran dalam mall). Akibatnya warganya lebih "membangkang" pada aturan. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan akses tenkes dan masyarakat mendapatkan masker dan APD (khusus tenkes). Prasyarat berikutnya, Iwan Bule selaku ketum PSSI juga bisa "menuntut" pemerintah pusat dan daerah terapkan aturan jelas mengenai PSBB atau sekalian tuntut lockdown bila ingin liga Indonesia lanjut dan terbebas dari COVID-19.
Karena itulah, selagi ada momentum pemerintah melakukan wacana "new normal" dimana harus siap dengan kemungkinan "berdampingan" dengan COVID-19, lebih baik liga dilanjutkan dengan kondisi tanpa penonton. Mengenai birokrasi tentang aturan perjalanan kerja, bisa disiasati dengan penjadwalan liga setiap 1-2 minggu sekali jika tetap ikut protokol kesehatan tentang karantina 14 hari untuk orang dari luar daerah.
Jika pemerintah peduli sepakbola sesuai arahan Presiden ke Menpora Zainuddin Amali, "sepakbolanya pak", seharusnya sedari awal terapkan lockdown dan jangan tutup-tutupi informasi COVID-19 tentang kapan masuk virusnya ke Indonesia, berapa angka positif, kematian dan sembuh (mudah-mudahan dugaan saya salah). Maka tidak heran jika beberapa klub ingin kompetisi berhenti dengan kondisi grafik positif COVID-19 di Indonesia masih meningkat.
Pada akhirnya, nasib liga bukan lagi sekedar ditentukan PSSI, tapi pemerintah. Kalau pemerintah masih ingin dicintai rakyat, dengarkan suara rakyat yang sangat mencintai sepakbola. Entah rakyatnya dukung Prabowo atau Jokowi di Pilpres kemarin, intinya sama-sama mencintai sepakbola kok. Hakikatnya, sepakbola olahraga pemersatu bangsa. Dan seperti statement Taufik Hidayat di podcast Deddy Corbuzier, olahraga itu harga diri bangsa. Mari kita tunggu nasibnya pada 29 Mei.
Karena itulah, selagi ada momentum pemerintah melakukan wacana "new normal" dimana harus siap dengan kemungkinan "berdampingan" dengan COVID-19, lebih baik liga dilanjutkan dengan kondisi tanpa penonton. Mengenai birokrasi tentang aturan perjalanan kerja, bisa disiasati dengan penjadwalan liga setiap 1-2 minggu sekali jika tetap ikut protokol kesehatan tentang karantina 14 hari untuk orang dari luar daerah.
Jika pemerintah peduli sepakbola sesuai arahan Presiden ke Menpora Zainuddin Amali, "sepakbolanya pak", seharusnya sedari awal terapkan lockdown dan jangan tutup-tutupi informasi COVID-19 tentang kapan masuk virusnya ke Indonesia, berapa angka positif, kematian dan sembuh (mudah-mudahan dugaan saya salah). Maka tidak heran jika beberapa klub ingin kompetisi berhenti dengan kondisi grafik positif COVID-19 di Indonesia masih meningkat.
Pada akhirnya, nasib liga bukan lagi sekedar ditentukan PSSI, tapi pemerintah. Kalau pemerintah masih ingin dicintai rakyat, dengarkan suara rakyat yang sangat mencintai sepakbola. Entah rakyatnya dukung Prabowo atau Jokowi di Pilpres kemarin, intinya sama-sama mencintai sepakbola kok. Hakikatnya, sepakbola olahraga pemersatu bangsa. Dan seperti statement Taufik Hidayat di podcast Deddy Corbuzier, olahraga itu harga diri bangsa. Mari kita tunggu nasibnya pada 29 Mei.
Semoga bisa jalan lagi, dah bosan nonton film mulu
ReplyDeleteya mas. harapannya demikian aamiin...
Delete