Memahami Financial Fair Play (1)
Financial Fair Play (FFP) adalah sebuah aturan dari UEFA dari tahun 2012. Tujuannya untuk mengatur keseimbangan neraca keuangan antara pengeluaran dan pemasukan. Michel Platini selaku presiden UEFA saat itu menegaskan aturan itu dibuat dikarenakan industri sepakbola hingga saat ini mulai berkembang pesat namun sudah diluar batas. Banyaknya klub yang jor-joran beli pemain demi mencapai prestasi atau dengan dalih membangun tim untuk masa depan dengan harga gila-gilaan membuat potensi klub merugi dengan angka fantastis jauh lebih besar.
Pada aturan awal, klub yang mengalami kerugian sebesar 39,5 juta poundsterling selama 3 tahun masih diperbolehkan ikut berlaga di kompetisi Eropa. Tetapi pada periode 2014-2017, kerugian klub yang ditolerir hanya mencapai 26,3 juta poundsterling saja selama 3 tahun. Targetnya adalah klub harus mencapai titik BEP (Break-Even Point). Jika tidak mencapai target itu, klub akan didenda atau diberi hukuman mulai dari memangkas jumlah pemain dan tidak diperbolehkannya klub masuk dalam bursa transfer pemain hingga dilarang ikut kompetisi UEFA.
Break-Even Point sendiri berarti titik dimana angka pemasukan dan pengeluaran sama. Dengan kata lain suatu perusahaan (dalam hal ini klub sepakbola) tidak dapat untung tetapi juga tidak rugi. Artinya klub dituntut untuk memperkirakan berapa kebutuhan pemain yang dibeli dan harus dilepas agar mencapai BEP. Selain itu klub juga harus tetapkan berapa harga jual pemain yang akan dijual dan berapa biaya transfer pemain yang akan dibeli untuk kebutuhan tim. Pada kasus penerapan FFP yang lebih sulit adalah negosiasi soal kontrak pemain. Mulai dari harga pasar pemain, tuntutan gaji dari pemain hingga kondisi keuangan klub. Harga pasar pemain yang menentukan adalah:
- Usia pemain (produktif atau tidak)
- Prestasi pemain di klub (berapa gol, trofi)
- Kondisi kurs (transaksi pakai mata uang apa)
- Agen pemain
Disinilah aturan FFP akan berpengaruh pada penentuan kontrak pembelian maupun penjualan pemain. Maka terkadang klub melakukan strategi meminjamkan pemain ke klub lain dengan klausul buyback ke klub lama. Atau meminjam pemain dari klub lain dengan klausul akan dibeli dengan harga tertentu setelah peminjaman selama periode tertentu. Tetapi untuk mencapai BEP tidak sekadar arus kas masuk sama dengan arus kas keluar. Perlu dilihat juga faktor labour margin yang juga menentukan bagaimana kebutuhan pemain dalam tim. Jumlah pemain juga menentukan bagaimana klub sepakbola akan menutupi defisit biaya yang dikeluarkan. Maka memang bisnis sepakbola yang paling banyak menyumbang pendapatan itu berasal dari penjualan merchandise dari merchant. Namun penjualan merchandise dipengaruhi jumlah fans klub dan masih ada faktor sejarah dan prestasi klub yang menentukan berapa jumlah fans klub. Artinya FFP pada klub masih dipengaruhi berapa banyak fans klub dan prestasi klub. Agaknya memang fans adalah komoditi utama bisnis klub sepakbola.
Bersambung.....
Comments
Post a Comment