Drama Timnas (1) : Kepentingan Bisnis Politis atau Prestasi Timnas?
Ok, saya akan tambahkan sedikit analisis yang bersumber dari ulasan berbagai media, baik dari sosmed, berita TV, dan para analis serta pandit mengenai drama Shin Tae-Yong dan PSSI. Serta isu yang beredar sekarang.
Sebenarnya, ulasan ini justru berawal dari malasnya saya (mungkin juga pecinta timnas Indonesia) melihat "sirkus" antara PSSI dan pelatih timnas. Juga para suporter timnas yang masih banyak "fanatisme buta ke klub berdasar asas kedaerahan" dan "berpikir ala mie instan". Jengah melihat fakta, era Jokowi, timnas makin gak jelas arahnya. Padahal Taufik Hidayat (mantan atlet badminton) dalam podcast dengan Deddy Corbuzier mengatakan bahwa olahraga itu harga diri bangsa. Bahkan China yang "menciptakan" virus corona (COVID-19) ini sampai punya program khusus untuk prestasi olahraga, hingga programnya menjadi rahasia negara.
Dimulai dari mundurnya Ratu Tisha, kisruh mundurnya Cucu Somantri dari PT. Liga Indonesia Baru, ternyata baru sadar bahwa Piala Dunia U-20 yang digelar tahun depan ujung-ujungnya hanya pencitraan timnas Indonesia karena bisa main di Piala Dunia. Memanfaatkan sejarah setelah tahun 1938. Gak peduli peringkat, yang penting puterin duit. Menang kalah ya bodo amat.
Iya memang karena Piala Dunia itu ajang meraup uang untuk tuan rumah. Kecuali kalo timnas kuat dan ingin juara, uang, prestasi dan peningkatan ranking FIFA pasti didapat. Pertanyaannya, timnas main itu apakah sungguhan bela negara atau hanya untuk kepentingan nilai jual pemainnya semata? Intrik bisnis politisnya ada. Bagi federasi, ajang ini untuk pamor bahwa Indonesia juga mampu menyelenggarakan Piala Dunia. Apalagi fasilitasnya kalau bagus lumayan bisa naikkan pamor PSSI dan Presiden. Tambahkan sedikit "bumbu" konfrontasi dengan Malaysia yang tidak ikut ajang ini, pasti suporter akan teralihkan fokusnya untuk "nyinyir" Malaysia. Padahal timnas Malaysia lebih berkualitas dibanding kita loh. Untuk pemain, yang penting main. Pasti nilai jualnya kalau dikontrak klub akan meningkat.
Parameter nilai jual pemain sekarang adalah pernah tidak tampil di timnas? Kalau di Indonesia itu parameter utama. Kalau di Eropa sama Amerika Latin beda, yang dilihat adalah statistik pemain di klub. Kalau di klub memble, ya jangan harap dipanggil timnas, dan nilai jual pemainnya pasti merosot.
Sesungguhnya Piala Dunia kalau tujuannya bisnis politis, ya itu pamor federasi dan pemerintah. Uang pasti dapat dari hak siar, okupansi hotel dari para suporter, ajang promosi wisata yang meningkatkan devisa negara dan pemasukan dari hasil penjualan tiket. Yang pasti, kalau PSSI mau dapat uang banyak ya persiapannya untuk Piala Dunia juga harus serius tulus dan ikhlas, tanpa embel-embel kepentingan bisnis pribadi dan politis saja. Kalau serius kan bisa PSSI dapat uang banyak dari hasil timnas, setidaknya ke babak final kalau ingin pemasukan ke PSSI maksimal mengingat suporter Indonesia sangat fanatik dan jumlahnya banyak (apalagi tuan rumah). Kalau prestasi, wah menang banyak PSSI dan timnas.
Saya lihat Shin Tae-Yong (STY) ikhlas dan profesional menangani timnas jadi masih ada harapan untuk prestasi timnas. Kalau PSSI serius ya biarkan dia bekerja sesuai metodenya. Apa perlu suporter dan pecinta DraKor (Drama Korea) - K-Pop demo mendukung STY dan menuntut PSSI tidak intervensi pelatih lewat Satgas mumpung ini musimnya di tengah pandemi corona dan pelatihnya juga dari Korea. Apa mau PSSI mempermalukan Jokowi sebagai Presiden dengan hasil memble timnas di Piala Dunia? Pikirkan baik-baik.
Bersambung....
Sumber:
Comments
Post a Comment