Liga 1 Digelar Lagi, Sebaiknya Bagaimana? (1)
Dalam rapat virtual antara klub Liga 1, Liga 2, PSSI, APPI (Asosiasi Pemain Profesional Indonesia) dan APSSI (Asosiasi Pelatih Sepakbola Seluruh Indonesia), pelaksana tugas Sekjen PSSI Yunus Nusi menjelaskan bahwa Liga 1 dan Liga 2 akan tetap melanjutkan kompetisi. Waktunya diperkirakan mulai antara September atau Oktober. Sesuatu yang sangat dirindukan penduduk Indonesia sebagai hiburan setelah vakum 3 bulan akibat COVID-19. Permasalahannya, apakah semudah itu liga berjalan dengan lancar?
Sebelum menjawab, kita lihat sekilas mengenai protokol kesehatan ala Bundesliga (Liga Jerman) di video bawah ini:
Jika melihat presentasi videonya, tampak jelas bahwa protokol kesehatan dijalankan ketat. Kanselir Jerman Angela Merkel menekankan pentingnya physical distancing jika tidak mau kompetisi Bundesliga jadi "klaster baru" COVID-19. Untuk akses masuk stadion, hanya dibatasi 300 orang. Penjelasan detailnya bisa dilihat di link https://tirto.id/liga-jerman-aturan-di-stadion-selama-restart-bundesliga-2020-fubq
Apa bisa diterapkan di Indonesia? Mudah-mudahan. Sebab kita tahu, 12 dari 18 klub Liga 1 berada di Pulau Jawa, "epicentrum" virus COVID-19. Wacana Liga 1 digelar di Pulau Jawa sangat berisiko tinggi. Apalagi Jawa Timur dan Jabodetabek, wilayah 10 klub peserta Liga 1 sudah gawat kondisinya. Wajar jika Persiraja Banda Aceh mengusulkan Liga 1 digelar di daerahnya. Sebab secara statistik, trend dan angka positif dan kematian akibat COVID-19 di Aceh sangat kecil. (20 positif, 1 wafat).
Okelah orang bisa menganggap angkanya meragukan karena mungkin belum semua melakukan PCR ataupun rapid test. Bandingkan di Jawa yang hampir 20.000 penduduknya positif COVID-19. Tapi dengan kondisi trend negatif di Aceh ya jelas Persiraja berani mengusulkan Liga 1 digelar di Aceh, bahkan siap dengan penonton. Secara bisnis, pemasukan untuk klub dari penonton dan akomodasi penginapan tim luar Aceh setidaknya mengurangi kerugian akibat vakum kompetisi. Tetapi apakah Aceh saja yang siap? Bukankah Kalimantan, khususnya di Kalimantan Timur angka kematian COVID-19 juga sedikit, 3 orang saja? Infrastruktur sepakbola, fasilitas pendukung protokol kesehatan disana juga bagus. Bisa juga dipertimbangkan sebagai venue kompetisi.
Kalau dilihat situasinya, sebaiknya dari segi aspek bisnis, protokol kesehatan, statistik COVID-19, stadion dan kesiapan infrastruktur pendukung sepertinya PSSI harus mempertimbangkan Aceh dan Kalimantan Timur sebagai venue sementara kompetisi. Dimana wilayah Aceh diperuntukkan untuk klub wilayah Jabodetabek, tuan rumah dan PSIS Semarang + PSS Sleman. Sedangkan wilayah Kaltim diperuntukkan untuk tim tuan rumah, tim Indonesia Timur serta tim Jawa Timur. Pertimbangan pembagian berdasarkan geografis dan penjelasan diatas guna menekan biaya transportasi klub. Juga keamanan dan kesehatan tim di tengah pandemi COVID-19. Jangan lupa, akses siaran langsung via televisi juga diperlukan. Namun jika Aceh menginginkan penonton, sebaiknya penonton di stadion dibatasi hanya 10% yang menonton. Begitupun di Kaltim dengan catatan penonton dilarang memakai atribut klub. Jika memakai atribut, terapkan hukuman WO 3-0 untuk tim yang "terciduk" melanggar aturan dan pertandingan dibatalkan seperti Bundesliga. Sehingga ada sedikit pemasukan untuk tuan rumah dan terjamin kesehatan skuad tim dan perangkat pertandingan.
Mengapa tanpa atribut? Untuk mencegah suporter bermental "pembangkang" dan "garis keras" terpancing untuk melakukan awaydays. Buktinya masih saja ada penduduk biasa yang lolos dari penjagaan keamanan di perbatasan lintas provinsi dan kota meskipun sudah diterapkan PSBB.
Harapannya, Liga 1 digelar tanpa ada pengaturan pertandingan dengan masa pandemi ini. Yang jadi masalah adalah, bisa tidak Liga 1 selesai bulan November sesuai jadwal kalender AFC? Ataukah AFC mau memberikan "dispensasi" waktu tenggat liga selesai mengingat COVID-19 belum teratasi? Apakah Liga 1 semata-mata hanya memberi hiburan rakyat atau mau berbenah demi kualitas timnas yang lebih baik? Kita lihat saja.
Bersambung....
Comments
Post a Comment